Teng-teng…Teng-teng…lonceng sakti telah berbunyi. Berbondong-bondong para santri melangkahkan kaki pada tujuan yang sama. Sembari sang muazin mengumandangkan panggilan shalat, para santripun mempercepat langkah demi langkah mereka. Dan tak terasa panggilan azan berada pada penghujungnya, belum lagi sang muazin menghela nafasnya, terdengar dari kejauhan suara yang cetar membahana yang kedasyatannya seakan mengalahkan teriknya mentari siang itu.
“Asriknaa,, ana ahsub min wahid hatta ‘asyara”.
Begitulah kalimat lazim yang terucap dari mulut para penegak disiplin, mereka bukan kantip, bukan polisi, apalagi TNI, tapi mereka adalah barisan para santri yang tergabung dalam Amnie, walau ngeri tapi berhati bidadari.
“Wahid hatta ‘asyara”
Kalimat itu tidak lagi terdengar asing di telinga para santri, bahkan kalimat itu sudah menjadi bagian dalam hidup mereka. Percaya atau tidak, gara-gara kalimat itu para santri berlari pontang-panting layaknya atlet di arena pertandingan. Sehingga kalimat itu memiliki peran penting dalam cerita santri, baik itu yang terukir di diary atau yang abadi dalam memory. Dan pastinya itu juga karena kalimat “Wahid hatta ‘asyara” terdengar gagah saat dipadu dengan tepukan yang gemuruh, yang lebih gemuruh dari pada geulanteu sekalipun.
Udah tahu belum? Ternyata setelah dicermati ada keunikan yang terjadi pada tingkah laku santri saat mendengar “wahid hatta ‘asyara” oleh bagian keamanan yang sedang beraksi. yang pertama saat terdengar “Wahid” para santri mulai bersiap, menurunkan lengan baju, dan mengambil ancang-ancang untuk berlari, kemudian pada saat terdengar
“Isnaini prok…prok.., tsalasah, arba’ah, prok…prok… khamsah”
para santri berlari dengan kecepatan rata-rata 40-60 km/jam, lalu saat terdengar
“Sittah prok…prok…sab’ah”
Tiba-tiba kecepatan berubah lebih kencang berkisar 80km/jam, dan pada saat terdengar
“tsamaniyah prok- prok… tis’ah prok-prok…wal akhir…’asyara”
Terdengar, kecepatan rata-rata mencapai pada 120km/jam. Sungguh luar biasa kecepatan laju mereka, seakan kaki mereka tidak lagi menginjak bumi. Namun sayang, time is over, mereka harus ditilang karena telah melanggar undang- undang kepesantrenan. Walau di pesantren gak ada polisi lalu lintas dan lampu merah, tetapi polisi amnie selalu standby pada posnya, siap menindak sipa saja yang balapan liar bukan pada waktunya dan menerobos masuk aula.
Dengan memasang wajah yang sedikit sangar dan juga sajadah yang selalu mengantung di bahunya membuat setiap santri segan memandang mereka lebih dalam, jangankan memandang lebih dalam, melihat sepintas saja rasanya gereget dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Berhasil ditilang oleh polisi amnie adalah mimpi buruk bagi setiap santri. Bukan karena harus membayar denda, melainkan harus menanggung sanksi yang terkadang membuat hati sedikit kesel, diantaranya sanksi yang biasa diberikan adalah hukuman berdiri saat membaca quran. Walau terlihat mudah tapi jangan remehkan sanksi ini bahkan ada yang harus berdiri sampai 1 jam lho…
Sanksi juga bisa berdasarkan keadaan lingkungan sekitar. Maksudnya, biasanya para polisi amnie itu memberi sanksi; membersihkan area sekitar qo’ah atau area lainnya yang terlihat kurang bersih di mata mereka.
Ada sanksi lain? Haha… ada dong sanksi yang kali ini pasti kalian para santri bakalan jera dan minta ampun enggak akan terlambat lagi. Sanksi ini sedikit beralakan militer gitu, apa dia? Yap tepat, sanksi itu dikenal dengan scot jump, buat yang ini bagi kalian para santri sejati jangan pernah coba! Karena tidak terbayang bagaimana capeknya setelah berlari harus scot jump lagi karena sudah game over.
Dan juga biasanya mereka yang ditilang dimintai untuk menghadiri sidang MA (mahkamah amnie) di malam harinya, kalau yang satu ini adalah sanksi yang sangat bikes (bikin kesel) karena harus disidang dimalam hari, menyita waktu belajar, dan harus mendengar siraman rohani bagian keamanan yang panjangnya mungkin satu abad lamanya. Mending jika mood mereka baik, jika tidak pasti yang didapatkan gertakan sekaligus nasehat yang membuat semua saraf di dalam tubuh bangun dan terkejut.
Gimana, hihihi ribetkan? Jadi masih mau balap balapan nih? Salah sendiri sih, kenapa enggak start dengan kecepatan 120 km/jam dari awal, pasti enggak akan game over dan ditilang. Maka dari itu bagi para santri hargai waktu ya! Biar datang tepat waktu, terus ga ditilang selalu dan ga buat malu melulu.
*Narator: Izzatun Nabila
*Editor: Parisha
Tinggalkan Komentar